IMPULSE BUYING

IMPULSE BUYING

IMPULSE BUYING

Definisi Impulse Buying Solomon & Rabolt (2009) menyatakan bahwa impulse buying adalah suatu kondisi yang terjadi ketika individu mengalami perasaan terdesak secara tiba-tibayang tidak dapat dilawan. Kecenderungan untuk membeli secara spontan ini umumnya dapat menghasilkan pembelian ketika konsumen percaya bahwatindakan tersebut adalah hal yang wajar (Rook & Fisher 1995 dalam Solomon2009).

Verplanken & Herabadi (2001) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, diikuti oleh adanya konflik fikiran dan dorongan emosional. Dorongan emosional tersebut terkait dengan adanya perasaan yang intens yang ditunjukkan dengan melakukan pembelian karena adanya dorongan untuk membeli suatu produk dengan segera, mengabaikan konsekuensi negatif, merasakan kepuasan dan mengalami konflik di dalam pemikiran (Rook dalam Verplanken, 2001).

Cobb dan Hayer dalam Semuel (2006), mengklasifikasikan suatu pembelian impulsif terjadi apabila tidak terdapat tujuan pembelian merek tertentu atau kategori produk tertentu pada saat masuk ke dalam toko. Sedangkan menurut Loudon dan Bitta (1993), “ Impulse buying or unplanned purchasing is another consumer purchasing pattern. As the term implies, the purchase that consumers do not specifically planned ”. Ini berarti bahwa impulse buying merupakan salah satu jenis perilaku konsumen, dimana hal tersebut terlihat dari pembelian konsumen yang tidak secara rinci terencana.

Beberapa peneliti pemasaran beranggapan bahwa impulse bersinonim dengan unplanned ketika para psikolog dan ekonom memfokuskan pada aspek irasional atau pembelian impulsif murni (Bayley dan Nancarrow dalam Semuel, 2006). Namun Solomon & Rabolt (2009) menyatakan bahwa tidak sepenuhnya impulsebuying disebut irasional karena justru seringnya pembelian impulse justru didasarkan kebutuhan. Thomson et al, dalam Semuel, 2006, juga mengemukakan bahwa ketika terjadi pembelian impulsif akan memberikan pengalaman akan kebutuhan emosional, sehingga tidak dilihat sebagai suatu sugesti, dengan dasar ini maka pembelian impulsif lebih dipandang sebagai keputusan rasional dibanding irasional.

Perspektif mengenai impulse buying yang paling dasar berfokus pada factor eksternal yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Menurut Buedincho (2003) faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi pembelian impulsif antara lain adalah harga, kebutuhan terhadap produk atau merek, distribusi masal, pelayanan terhadap diri sendiri, iklan, displai toko yang menyolok, siklus hidup produk yang pendek, ukuran yang kecil dan kesenangan untuk mengoleksi.

2. Elemen Impulse Buying

Verplanken & Herabadi (2001) mengatakan terdapat dua elemen penting dalam impulse buying
yaitu:

a. Kognitif : Elemen ini fokus pada konflik yang terjadi pada kognitif individu yang meliputi:
1. Tidak mempertimbangan harga dan kegunaan suatu produk
2. Tidak melakukan evaluasi terhadap suatu pembelian produk
3. Tidak melakukan perbandingan produk yang akan dibeli dengan produk yang mungkin lebih berguna.

b. Emosional : Elemen ini fokus pada kondisi emosional konsumen yang meliputi :
1. Timbulnya dorongan perasaan untuk segera melakukan pembelian.
2. Timbul perasaan senang dan puas setelah melakukan pembelian.
3. Tipe-tipe pembelian impulsif

3. Tipe Impulse Buying
Yu K. Han et al pada tahun 1991 (dalam Solomon & Rabolt,2009) menyatakan tipe
impulse buying dalam pembelian fashion terdiri dari :

1. Pure Impulse Buying (pembelian Impulsif murni)
Pembelian terjadi tanpa adanya pemikiran atau rencana sebelumnya untuk membeli dan ini dapat menghasilkan escape buying dari keadaan terdeak untuk membeli sesuatu.

2. Fashion Oriented Buying atau biasa disebut Suggestion Impulse (Pembelian impulsive yang timbul karena sugesti)
Konsumen melihat produk dengan gaya baru termotivasi oleh sugesti dan memutuskan untuk membeli produk tersebut. Kondisi ini mengarah pada kesadaran individu terhadap hal-hal baru atau
Fashionability terhadap desain maupun gaya yang inovatif.

3. Reminder Impulse Buying(pembelian impulsif karena pengalaman masa lampau)
Pembeli mengingat keputusan di masa lalu dimana menyebabkan pembelian di tempat.

4.Planned Impulse Buying (Pembelian tergantung pada kondisi penjualan)
Konsumen menunggu untuk melihat apa yang tersedia dan keputusan membeli dibuat di dalam toko.


4. Karakteristik Impulse Buying

Menurut Rook dan Fisher (Engel et al,1995), impulse buying memiliki beberapa karakteristik, yaitu sebagai berikut :
1. Spontanitas : Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung ditempat penjualan.
2. Kekuatan, kompulsi, dan intensitas : Mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak seketika.
3. Kegairahan dan stimulasi : Desakan mendadak untuk membeli sering disertai emosi yang dicirikan sebagai “menggairahkan”,”menggetarkan” atau “liar”.
4. Ketidakpedulian akan akibat : Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.

5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impulse Buying

Beberapa penelitian mengenai impulse buying menunjukkan bahwa karakteristik produk, karakteristik pemasaran serta karakteristik konsumen memiliki pengaruh terhadap munculnya impulse buying
(Loudon & Bitta, 1993). Selain ketiga karakteristik tersebut, Hawkins (2007) juga menambahkan
karakteristik situsional sebagai faktor yang juga berpengaruh.
1.Karakteristik produk yang mempengaruhi impulse buying adalah:
a.Memiliki harga yang rendah
b.Adanya sedikit kebutuhan terhadap produk tersebut
c.Ukurannya kecil dan ringan
d.Mudah disimpan

2. Pada karakteristik pemasaran, hal-hal yang mempengaruhi impulse buying adalah:
a.Distribusi massa pada self service outlet terhadap pemaangan iklan besar-besaran dan material yang akan didiskon. Hawkins dkk (2007) juga menambahkan mengenai ketersediaan informasi dimana hal ini meliputi suatu format yang secara langsung berhubungan dengan penggunaan informasi. Bagaimanapun juga, terlalu banyak informasi dapat menyebabkan informasi yang berlebihan dan penggunaan informasi berkurang. Pemasangan iklan, pembelian barang yang dipamerkan, website, penjaga toko, paket-paket, konsumen lain, dansumber yang bebas seperti laporan konsumen adalah sumber utama dari informasi konsumen.

b. Posisi barang yang dipamerkan dan lokasi toko yang menonjol turut mempengaruhi impulse buying. Hawkins dkk (2007) juga menambahkan bahwa jumlah, lokasi, dan jarak antara toko barangeceran di pasar mempengaruhi jumlah kunjungan konsumen ke tokosebelum pembelian. Karena kunjungan ke toko membutuhkan waktuenergi, dan uang, jarak kedekatan dari toko seringkali akan meningkatkan aspek ini dari pencarian di luar.

3. Karakteristik konsumen yang mempengaruhi impulse buying adalah:
a.Kepribadian konsumen
b.Demografis berupa gender, usia, kelas sosial ekonomi, status
perkawinan, pekerjaan, dan pendidikan
Read More
 Emosional Marketing

Emosional Marketing

Emosional Marketing
Pada era teknologi saat ini, banyak perusahaan yang dalam satu industri memiliki produk dan tipe pelayanan yang hampir sama, sehingga perusahaan sulit untuk memposisikan (positioning) dirinya ke konsumen. Differentiation yang dilakukan banyak perusahaan tidak bertahan lama karena para pesaing akan mencontoh dan dapat membuatnya menjadi lebih baik dari differentiation yang kita buat, sehingga diperlukannya emotional marketing.
Emotional Marketing adalah suatu tindakan yang dilakukan perusahaan untuk menjaga konsumennya dengan memberikan pelayanan individu (customization) kepada setiap konsumennya sehingga terciptanya ikatan emosi dalam diri konsumen untuk tetap mempertahankan produk yang dikonsumsinya.
Walaupun banyak perusahaan yang memiliki persamaan standard dengan adanya emosional marketing maka konsumen akan merasa lebih diperhatikan, dipentingkan (dalam hal psikologis manusia akan bangga apabila dirinya dianggap penting), dll.
Dalam menerima pelayanan konsumen (buat merasa sudah kenal lama/dekat) maka konsumen akan merasa nyaman. Pada saat konsumen mencoba produk lain maka konsumen akan langsung membandingkan dengan pelayanan yang perusahaan kita berikan, apabila konsumen menganggap perusahaan kita lebih baik maka konsumen akan loyal kepada perusahaan kita hingga akan merekonmendasikan perusahaan kita kepada orang lain (dari memorable experience). Hal ini akan menghemat biaya promosi perusahaan karena word of mouth akan lebih efektif dan efisien dalam mempengaruhi keputusan pembelian (dari sisi psikologis) konsumen.
contohnya adalah dengan memberikan informasi personal misalnya melalui email, sms, telephone, surat, dll.
Perusahaan harus memiliki karyawan yang empati terhadap konsumen, selalu siap untuk membantu apa yang diinginkan konsumen, menanyakan apa yang sebenarnya diharapkan konsumen terhadap pelayanan perusahaan, sehingga konsumen akan merasa terpenuhi keinginannya
Read More